Bagi sebagian orang, bidang ekonomi dan wisata adalah dua dunia yang
jauh beda. Yang pertama berkaitan dengan angka dan hitung-hitungan,
sementara yang kedua berkaitan dengan kesenangan.
Tapi bagi Riskawati Tanundyana, dua hal itu bisa disandingkan. Gadis
cantik asal Ngawi ini bisa melakoni peran sebagai mahasiswa ekonomi
pembangunan sekaligus duta wisata untuk daerah kelahirannya.
Ya, Riska yang kini menempuh studi di Jurusan Ekonomi Pembangunan
(EP) Unnes, sejak awal 2014 lalu terpilih jadi ambasador wisata di
daerahnya. Dua kesibukan itulah yang membuat Riska kerap bolak-balik
Semarang-Ngawi.
“Mulai semester 1 saya memang seminggu sekali pulang Ngawi. Biasanya
acara Duta Wisata itu dilakukan waktu weekend jadi saya bisa atur
jadwalnya agar tidak bentrok dengan ajdwal kuliah,” kata gadis 18 tahun
ini.
Soal ketertarikannya pada bidang ekonomi, Riska mengaku sudah dimulai
sejak Sekolah Dasar (SD). Saat itu, ia sudah mulai suka dengan sesuatu
yang berhubungan dengan keuangan dan pembukuan. Bahkan, ia sudah mulai
membiasakan diri mencatat dan pemasukan dan pengeluaran sendiri.
“Yang paling menantang dalam jurusan ekonomi pembangunan ialah
tentang kurva dan analisisnya. Di jurusan ekonomi pembangunan, tiap
mahasiswa dituntut memiliki kemampuan analisis yang tinggi,” katanya.
Berbekal passion di bidang itulah, Riska terus mengasah diri. Tidak
hanya ekonomi mikro. Mahasiswa yang aktif di organisasi mahasiswa FE
Unnes ini juga mendalami ekonomi makro. Bagi dia, dua-duanya sama-sama
asyik untuk dipelajari.
Di bidang ini, Riska bahkan sudah menetapkan target tinggi untuk
menjadi seorang ekonom. Profesi itu, menurutnya, bisa dijadikan ladang
pengabdian untuk menyejahterakan masyarakat.
“Menurut saya, ekonomi nasioonal kita secara umum belum merata. Saya
ingin mengangkat derajat masyarakat Indonesia yang berada di daerah
pelosok yang sulit terjangkau. Mereka perlu aneka program pemberdayaan
yang tidak top-down, tapi partisipatif. Ini perlu program yang jelas dan
matang,” kata alumni SMA 1 Ngawi ini.
Soal ekonomi partisipatif, itu bukan hal yang teoretis. Riska mulai
mengaplikasikannya dalam bidang wisata, bidang yang ia geluti kini. Ia
mengarahkan, pengembangan wisata harus partisipatif. Masyarakat menjadi
pemilik, masyarakat pula yang berhak memetik hasilnya.
Manajemen partisipatif ini, ia menilai, cocok diterapkan di Ngawi.
Sebab, daerah di daerah tengah ini memiliki objek wisata sejarah yang
potensial.
“Musium Trinil dan Benteng Van Den Bosch adalah dua objek yang
menandai perjalanan panjang ilmu pengetahuan dunia. Eugene Dubois, salah
satu tokoh paleoanthropologi dunia, tinggal di daerah ini selama 5
tahun untuk menyelesaikan risetnya,” terang Riska.
“Bersama tim, ia menggunakan jalur sungai lokasi trinil dengan tenaga
pasukan Belanda menemukan situs manusia purba pertama di dunia yaitu
Pithecanthropus Erectus (manusia kera berdiri tegak) yang berusia skitar
1,8 juta tahun,” terang Riska bersemengat.
Instingnya sebagai duta wisata, membuat ia kerap “ngungun” melihat
objek wisata tertentu. Ia berharap, manajemen pariwisata di daerah mana
pun segera diperbaiki sehingga pariwisata berkontribusi bagi
kesejahteraan masyarakat.(sumber berita : portal Semarang)
Diposting oleh
Roni Gunawan
09.55